Ilustrasi, sumber foto: beritasatu.com MAMA TANGKAS -  Universitas Pertahanan RI (UNHAN) pada Jumat 11 Juni 2021 akan menggelar sidang s...

Berikut Alasan UNHAN Beri Gelar Profesor Kehormatan Bagi Megawati

 

Ilustrasi, sumber foto: beritasatu.com


MAMA TANGKASUniversitas Pertahanan RI (UNHAN) pada Jumat 11 Juni 2021 akan menggelar sidang senat terbuka untuk pengukuhan gelar profesor kehormatan atau guru besar tidak tetap bagi Megawati Soekarnoputri. Pengukuhan guru besar tidak tetap diberikan berdasarkan sidang senat akademik Unhan.


Dalam sidang tersebut, Dewan Guru Besar sepakat untuk mengukuhkan gelar profesor kehormatan kepada Mega usai menilai karya ilmiah presiden perempuan pertama RI itu. Namun, nama-nama karya ilmiah yang dibuat Mega dan di mana publik dapat mengaksesnya tidak dijelaskan.


“Pada hari Jumat, 11 Juni 2021, akan dilakukan sidang senat terbuka Unhan dalam rangka pengukuhan gelar profesor kehormatan di bidang ilmu pertahanan bidang kepemimpinan stratejik pada Fakultas Strategi Pertahanan kepada Ibu Megawati Soekarnoputri," kata Rektor Unhan Laksamana Madya Prof Dr Amarulla Octavian seperti dikutip dari laman resmi kampus tersebut, Selasa (8/6/2021).


Menurut Amarulla, penganugerahan gelar profesor kehormatan itu tak lepas dari kepemimpinan Mega saat masih menjadi presiden. “Unhan RI mencatat keberhasilan Ibu Megawati saat di pemerintahan dalam menuntaskan konflik sosial seperti penyelesaian konflik Ambon, penyelesaian konflik Poso, pemulihan pariwisata pascabom Bali, dan penanganan permasalahan TKI di Malaysia,” katanya.


Apakah pemberian gelar profesor kehormatan ada unsur motif politik? Apalagi Unhan berada di bawah pengelolaan Kementerian Pertahanan yang notabene adalah Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.



Mega meninggalkan warisan bahwa presiden dapat dipilih langsung oleh rakyat


Selain itu, menurut Amarulla, Mega juga merupakan presiden pertama yang meninggalkan warisan dimana pemimpin selanjutnya bisa dipilih langsung oleh rakyat. Baik itu pemilihan presiden atau legislatif.


"Itu terjadi di era Ibu Megawati," katanya.


Kontribusi Mega juga diakui oleh para Menteri Kabinet Gotong Royong. Sejumlah guru besar di dalam dan luar negeri juga mengaku telah mengakui kontribusi Ketua Umum PDI-P tersebut.


“Mereka ikut memberikan rekomendasi akademik atas kuatnya karakter kepemimpinan Megawati,” ujarnya.


Amarulla mengatakan sejumlah guru besar menjadi promotor Mega untuk pengukuhan profesor kehormatan. Ia juga menambahkan, sebelum pengukuhan profesor kehormatan dilakukan oleh Ketua Senat Unhan RI, Megawati akan menyampaikan orasi ilmiah. Sebagai kandidat penerima gelar, Megawati juga akan didampingi sejumlah guru besar pendamping kandidat.


Pemberian gelar profesor kehormatan dinilai bermotif politik dari Prabowo ke Mega


Namun, menurut pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), Ujang Komaruddin, pemberian gelar profesor kehormatan itu sebenarnya tidak didasarkan pada tujuan akademis dan ilmiah. Justru dengan menganugerahkan gelar profesor kehormatan itu, kata dia, Prabowo berusaha berinvestasi untuk kebaikan Mega.


"Di politik itu, tidak ada makan siang yang gratis. Semua itu ada kalkulasi dan hitung-hitungannya. Agar Prabowo punya jasa terhadap Megawati," kata Ujang saat dihubungi, Selasa.


Dengan begitu, Prabowo akan lebih mudah melobi demi kepentingan kontestasi demokrasi 2024. Ujang juga bisa memahami tanda tanya yang muncul dari sejumlah akademisi tentang alasan Mega bisa diberi gelar kehormatan tersebut. Sebab, bagi sebagian besar akademisi, untuk bisa mendapatkan gelar kehormatan profesor harus melalui sejumlah persyaratan yang sulit.


“Ini yang membuat ketidakadilan di dunia ini, termasuk dunia akademisi,” ujarnya lagi.


Ini sekali lagi, kata Ujang, mencerminkan semua bisa diatur, termasuk pemberian gelar akademik. “Itu yang membuat warga dan para akademisi marah,” katanya.


Desain capres Mega-Prabowo 2024 diprediksi tidak akan dilirik oleh pemilih milenial


Sementara itu, Ujang dengan tegas berkomentar jika desain koalisi yang dibangun pada Pilpres 2024 adalah Mega-Prabowo jilid II, diprediksi para pemilih milenial tidak akan tertarik kepada mereka. Duet serupa pernah terjadi pada 2009. Namun, pasangan Mega-Prabowo saat itu kalah dari duet Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Jusuf Kalla.


"Karena 60 persen pada Pemilu 2024 itu millennial. Kalau pasangannya Mega-Prabowo saya yakin itu gak laku. Lawan politiknya pun akan mudah mengalahkan," katanya.


Ia melihat pasangan ini tidak kontekstual jika masih melaju di 2024. "Sebagai pengamat pun saya memprediksi mereka akan mudah dikalahkan," katanya.


Sementara itu, terkait nama Prabowo yang selalu terngiang di benak publik di berbagai lembaga survei, dinilai sudah lebih dulu dikenal. Ketua Umum Partai Gerindra ini mencalonkan diri selama tiga periode sebagai calon presiden dan wakil presiden.


“Jadi, nama mereka disebut bukan karena terkait kinerja, tapi karena masih diingat publik saja,” ujarnya lagi.

0 comments: